Mural berasal dari kata ‘murus’, kata dari Bahasa Latin yang memiliki arti dinding. Dalam pengertian kontemporer, mural adalah lukisan berukuran besar yang dibuat pada dinding (interior ataupun eksterior), langit-langit, atau bidang datar lainnya. Akar muasal mural dimulai jauh sebelum peradaban modern, bahkan diduga sejak 30.000 tahun sebelum Masehi. Sejumlah gambar prasejarah pada dinding gua di Altamira,Spanyol, dan Lascaux,Prancis, yang melukiskan aksi-aksi berburu, meramu, dan aktivitas relijius, kerapkali disebut sebagai bentuk mural generasi pertama.
Pencitraan serupa ternyata ditemukan pula di Indonesia. Sejumlah gua kapur di Maros dan dinding-dinding kapur di Kolonodale, Sulawesi Tengah juga menyimpan gambar dinding dari masa prasejarah. Termasuk dalam mural generasi pertama antara lain imaji-imaji pada dinding piramid di Mesir, bangunan-bangunan pada masa Romawi, Yunani, Maya, juga tempat-tempat pemujaan di India dan Tibet.
Mural-mural abad pertengahan atau periode Baroque memperlihatkan lompatan besar pada tema dan teknik. Interior gereja-gereja di Italia, misalnya, diperindah dengan rerupaan bergaya surealis, karya Michaelangelo dan Leonardo da Vinci, yang bersumber pada kisah-kisah Al Kitab. Pada masa itu, rumah orang-orang kaya di Prancis, Inggris, dan Jerman dianggap trendy jikainteriornya dilengkapi dengan mural. Teknik yang populer digunakan saat itu adalah Fresco, yakni melukis dinding dengan cara mencampurkan pewarna dengan pelapis dinding (semacam semen), sehingga mural bertahan lama.
Mural kontemporer, dengan tema politik, sosial, dan industrial, mulai populer terutama sejak Diego Rivera dan beberapa koleganya menggoreskan kuas pada dinding-dinding kota Mexico City. Mural ini dibuat atas permintaan pemerintah revolusioner Mexico, dimakudkan untuk menggugah semangat revolusi rakyat. Di Amerika Serikat, pemerintahan FD Roosevelt merilis program Work Progress Administration (WPA)-semacam program padat karya yang melibatkan seniman untuk membuat mural bertema kampanye kembali bekerja seusai masa resesi dunia pada pertengahan 1930-an. Berawal dari program WPA, kota seperti San Francisco–terutama di kawasan Mission District–berkembang menjadi rujukan mural dunia. Meniti jamannya, mural, berpadu dengan graffiti, menjadi seni ‘jalanan’ di berbagai negara, mengangkat aneka tema dan ekspresi sosial, budaya, politik, reliji, bahkan dimanfaatkan pula sebagai alat beriklan.
Di Indonesia, karyarupa dalam bentuk mural memang tidak sepopuler lukisan, patung, atau grafis dan jarang disinggung dalam diskursus senirupa. Bukannya tidak ada, secara sporadis, dalam berbagai bentuknya, karya mural ditemukan di berbagai daerah bahkan sejak masa revolusi kemerdekaan. Namun baru-baru ini saja, mulai tahun 2000-an, mural banyak disebut-sebut media dan publik senirupa, meskipun hanya terbatas di kota-kota yang sudah lama marak dengan kegiatan senirupa seperti Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Pada tahun itu, di ketiga kota tersebut kaki-kaki jembatan layang dan dinding-dinding ruang publik diserbu mural.
jelek jelek jelek. :D
BalasHapushahaha irie nih ye
Hapus